Menjawab Ratna Sarumpaet! Sumber Waras (1)

Menjawab Ratna Sarumpaet! Sumber Waras (1)


Menjawab pertanyaan Ratna Sarumpet di ILC 8/3/2016 Pada ILC tertanggal 10/3/2016 dengan judul SIAPA PENANTANG AHOK?. Saat para bakal calon gubernur berkumpul, Ibu Ratna Sarumpet kembali mengungkapkan kekesalannya pada Ahok dengan nada tinggi bahkan terdengar menghina Ahok dan para relawannya hingga Bapak Anton Medan memutuskan untuk WALK OUT daripada berbuat dosa dengan mendengar hinaan daripada ibu Ratna. Ibu Ratna sang aktivis perempuan itu memberikan beberapa poin pertanyaan yang ingin saya jawab. Ibu Ratna : Saya yakin 99,99% Ahok korupsi RS. Sumber Waras! Korupsikah? Mari kita lihat kronologinya. Rumah Sakit Sumber Waras - PT. Ciputra Karya Utama ingin membeli lahan SUMBER WARAS untuk dijadikan Mall dan kawasan komersial. Ahok tidak memberikan izin tersebut karena merasa masih lebih dibutuhkan rumah sakit dari pada kawasan Mall. - Rumah Sakit Sumber Waras yang tidak dapat menjual lahannya pada PT. Ciputra meminta bantuan dari Ahok karena Rumah Sakit tersebut sedang mengalami kebangkrutan yang akan berakibat pada pemecatan banyak tenaga medis dan terbengkalainya mereka yang membutuhkan layanan kesehatan. - Pemprov DKI memutuskan untuk membantu Rumah Sakit Sumber Waras dengan membeli sebagian dari lahan mereka untuk dibangun RS. Kanker dan jantung. Karena banyaknya pasien kanker dan jantung jakarta yang harus pergi keluar negeri. - Harga pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI mengikuti standar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) seharga Rp. 20,775,000 per meter perseginya. Padahal PT. Ciputra yang ingin membeli lahan Sumber waras berada di atas harga NJOP. Pimpinan Sumber waras juga bersedia membantu Pemprov DKI dengan tidak memasukkan harga bangunan di atas lahan tersebut. Sehingga Pemprov tidak perlu membayar bangunan di atasnya. - Badan Pemeriksa Keuangan, BPK DKI dengan ketuanya Efdinal mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pembelian lahan Sumber Waras. Dalam LHP diberikan rekomendasi untuk membatalkan pembelian lahan Sumber Waras tersebut. Tugas BPK adalah memberikan laporan dan rekomendasi sedangkan Pemprov berhak untuk memutuskan menerima rekomendasi atau tidak. -Dasar rekomendasi pembatalan pembelian itu adalah Pemprov membeli lahan Sumber Waras terlalu mahal. Lahan Sumber Waras berada di antara dua jalan. Satu jalan besar, jalan Kyai Tapa, yang berada di depan lahan Sumber Waras dengan NJOP Rp.20,775,000.- dan satu lagi jalan kecil, Tomang Utara, yang berada di wilayah paling belakang lahan Sumber Waras dengan NJOP Rp. 7.000.000. BPK DKI memutuskan seharusnya pembelian lahan tersebut dengan NJOP Rp 7 juta. Karena merugikan negara sebesar 191 Miliar, nilai ini didapat dari selisih harga kedua NJOP. - Ahok mengatakan tanah seluas 3,6 hektar itu ada di jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta bukan di jalan Tomang. Pemilik Sumber Waras memperlihatkan sertifikat tanah Sumber Waras keluaran Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, yang menunjukkan tanah itu berada di jalan kiai Tapa. -BPK DKI meminta bantuan DPRD DKI untuk mengusut hal ini dan menuduh Pemprov Jakarta, tidak mengindahkan rekomendasi BPK dengan Alasan AHOK menerima korupsi dari pembelian lahan sumber waras. -Ahok bertanya pada Pemprov DKI. “Kamu ada korupsi ngak?” Pemprov DKI menjawab, “Tidak.” Ahok menjawab. “Kalau begitu lanjut aja, tidak usah takut. Biar kita hadapi di pengadilan.” -Di serang oleh BPK DKI dan DPRD DKI, Ahok menuduh Ketua BPK DKI Efdinal tendensius. Alasannya adalah Ketua BPK DKI pernah ( sebanyak 4 kali ) menawarkan sebuah tanah dengan ukuran 9.618 m di pemakaman Pondok Kelapa Jakarta Timur yang merupakan miliknya untuk Pemprov DKI. - Oleh Pemprov, tanah itu merupakan tanah milik Pemprov DKI sejak tahun 1960-an yang kemudian diduduki secara illegal oleh tiga orang dan Ketua BPK DKI membeli lahan tersebut dari ketiganya, lalu dengan kekuasaannya sebagai Ketua BPK DKI mengeluarkan sertifikat atas lahan tersebut sebagai miliknya. - Ketua BPK DKI mendekati Lasro Marbun untuk memaksa penjualan lahan tersebut kepada Pemprov, sebagai gantinya tidak akan menyulitkan masalah lahan Sumber Waras. Ahok tidak bergeming dan tidak bersedia membeli lahan Ketua BPK DKI. Akibatnya BPK menyerang Ahok habis-habisan. - ICW melaporkan Ketua BPK DKI Efdinal pada Bagian Etik BPK atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan ‘tendensius’. -Ketua BPK DKI Efdinal terbukti bersalah dan diturunkan dari jabatannya. -DPRD memanfaatkan kasus ini untuk dibawa ke KPK. -KPK memeriksa berkas yang didapatkan dari BPK dan tidak mendapatkan bukti kuat ‘apapun’ yang menunjukkan Ahok melakukan korupsi atau merugikan negara seperti yang dituduhkan. -Ibu Ratna menuduh partai NASDEM menutup mata atas kasus korupsi ini dan bersedia mendukung Ahok pada ILC. -Barus Bestari mengatakan untuk menyerahkannya pada KPK yang profesional. -Ibu Ratna menyatakan tidak percaya pada KPK dan lembaga profesional manapun. Pertanyaan saya adalah, siapa yang ibu percayai? Para DPRD? Diri Ibu sendiri? Jika tulisan di atas tidak dipercaya, cari aja di google... ada kok semuanya... Jika sebuah fakta diberikan dan tidak memercayai, itu namanya keras kepala. Obat keras kepala itu tidak ada, karena dasarnya ‘sesukakulah’, ‘seenak perutkulah.’ Jika sudah diranah itu, saya juga harus menyerah. Karena hak setiap orang untuk menjadi keras kepala.  Selamat hidup dalam dunia sendiri bagi para pemimpi dan para keras kepala.


Sumber : 
close
Pasang Iklan Disini